Rasa ketakutan tidak bisa membahagiakan kedua orang tuan
kini sudah mulai merangsek naik kedalam pikiran saat ini. Di usia mereka yang
semakin senja aku belum bisa memberikan sesuatu yang berharga atau paling tidak
bisa membuat mereka bahagia. Walaupun hanya sekedar memberikan kabar kapan saya
akan membawa pendamping hidup.
Hari ini ibu meneleponku hanya untuk sekedar menanyakan
kabar dan kesehatan ku. Beberapa waktu terakhir ini aku memanag serig
sakit-sakitan, mungkin karena terlalu banyak beraktivitas atau malah mungkin
karena terlalu banyak pikiran yang membebani dan menjadi virus yang menyebabkan
penyakit tersebut muncul. Dari cerita yang sangat ringan, akhirnya obrolan
mengarah kepada suatu hal yang terasa sangat berat, terutama buat ku. Sungguh,
aku tidak pernah nyaman dengan tema obrolan yang satu ini. Ya, aku memang tidak
pernah begitu tertarik untuk membicarakan tentang pernikahan. Aku belum ada
gambaran sama sekali tentang hal yang satu ini. Aku juga tidak pernah berfikir
apakah nantinya aku akan menikah seperti orang pada umumnya atau tidak. Aku
tidak pernah membayangkan seperti apa yang akan menjadi pendamping hidupku
nanti.
Suara ibu terdengar sedikit melemah karena sedih saat
mendengar jawabanku yang mungkin saja mengecewakan buat dia. Aku bilang kepada
ibu bahwa mungkin aku akan menikah sepuluh atau lima belas tahun lagi
setelah aku bisa keliling dunia nanti.
Ibu tidak menyela jawabanku tersebut, tetapi mungkin dia sangat kecewa saat dia
mengucapkan bahwa dia menyerahkan semuanya kepada ku, yang penting aku bisa
bahagia.
Aku satu-satunya anak dalam keluarga yang belum menikah.
Pada bulan November tahun ini usiaku akan menginjak 29 tahun. Hampir semua
tetangga atau teman sekolahku yang seumuran saat ini sudah berumah tangga dan
bahkan mempunyai anak lebih dari satu. Aku tidak pernah merasa tertekan dengan
hal itu dan segera ingin menikah karena tekanan itu. Tapi bagi kedua orang tua
ku, mereka sudah pasti mendapat banyak pertanyaan dari keluarga, saudara, dan
tetangga kapan aku akan menikah. Ibu ku bilang dia ingin mendampingiku saat aku
menikah nanti. Sama seperti saat dia mendampingi kakak dan adiku menikah.
Tapi demi apapun, aku belum tahu apa yang harus dilakukan
untuk selalu menjawab pertanyaan itu. Aku tidak bisa selamanya menjawab bahwa
aku akan menikah sepuluh atau lima belas tahun lagi. Tapi demi apapun juga aku
sama sekali tidak ingin membuat mereka terutama ibu bersedih.
0 comments